Cari Blog Ini

Minggu, 18 Maret 2012

LANDASAN FILOSOFI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH di SD


BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada beberapa tujuan pendidikan diantaranya yaitu bersifat mendatar artinya bahwa adanya pendidikan yaitu untuk mempersiapkan manusia untuk menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secar kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Tujuan dan fungsi pendidikan lainnya adalah peradaban, artinya pendidikan bermanfaat untuk mencapai suatu tingkat peradaban. Peradaban adalah hasil karya manusia yang semula dimaksudkan untuk mendukung kesejahteraan manusia.
MBS atau manajement berbasis sekolah adalah suatu proses kerja komunitas sekolah dengan menerapkan kaidah-kaidah otonomi akuntabilitas. Partisipasi untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara terpadu. Tujuan penerapan MBS itu sendiri adalah untuk memaksimalkan dan efesiensi pengelolaan bermutu serta relafansi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitas secara terus menerus.
MBS merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi pendidikan nilai. Pendidikan kewarganegaraan dan agama sangat penting untuk menumbuhkembangkan tanggungjawab bersama didalam kehidupan suatu masyarakat(baik secara local, nasional, regional, global). Nilai-nilai spiritual diperlukan untuk menyempurnakan kesejahteraan manusia di dunia dan alam sesudahnya sehingga kehidupan lebih bermakna. Nilai-nilai lokal tercermin dalam nilai social budaya setempat yang diwujudkan dalam bentuk tata krama pergaulan, model pakaian, seni. Nilai-nilai nasional berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah sebagai warga Negara yang baik yang menjunjung tinggi kebangsaan. Kedua nilai tersebut membentuk budi pekerti dan keperibadian yang kuat, hanya dapat dikembangkan melalui manajemen yang berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat. Manajemen berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat berupaya memperkuat jati diri peserta didik dengan nilai social budaya setempat, mensinergikannya dengan nilai-nilai kebangsaan serta nilai-nilai agama yang dianut.
Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat diantaranya:
a.    Pendidikan nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai – nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama.
b.     Kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat .

B.  Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah, diantaranya :
1.     Apa hal-hal yang menjadikan landasan MBS ?
2.    Apa definisi landasan  filosofis MBS ?
3.    Apa saja landasan yang bersifat filosofis ?




C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini adalah :
-      Menyebutkan hal-hal yang menjadikan landasan MBS.
-      Mendefinisikan landasan filosofis MBS.
-      Menyebutkan landasan yang bersifat filosofis.
-      Menambah pengetahuan tentang landasan filosofis MBS.
D.  Kajian pustaka
Bahan-bahan makalah ini kami ambil dari referensi buku dan situs-situs internet yang berbeda-beda  supaya data yang kami kumpulkan tentang landasan filosofis MBS . Untuk lebih jelasnya kami akan lampirkan pada daftar pustaka sumber-sumber yang kami ambil.
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Landasan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS sebagai bentuk upaya alternatif dalam pendidikan akan berjalan dengan baik jika lingkungan mendukung untuk diadakannya reformasi. Akar reformasi merupakan landasan filosofis yang tak lain bersumber dari cara hidup(way of life) masyarakatnya. Oleh karena itu, untuk suksesnya reformasi pendidikan harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Tanpa mempedulikan cara dan kebiasaan hidup warganya maka reformasi pendidikan tidak akan mendapat sambutan apalagi dukungan dari segenap lapisan masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Unsur lain dari reformasi pendidikan adalah keterlibatan orang tua siswa dan keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang dapat diterima dan bernilai bagi masyarakat setempat. Segala keputusan yang diambil oleh pihak sekolah harus melibatkan atau memusyawarahkan keputusan tersebut kepada orang tua siswa atau masyarakat. Hal ini dikarenakan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang ditetapkan dan dapat merespon dengan tepat dan cepat keinginan masyarakat, baik yang menyangkut pengembangan dan pengayaan kognitif siswa, keterampilan maupun sikap sesuai dengan aspirasi yang berkembang dilingkungannya. Dalam mewujudkan hal itu maka sekolah harus diberi kewenangan yang lebih luas untuk mengambil keputusan yang didukung oleh masyarakat(diantaranya orang tua murid). Pemberian kewenangan kepada sekolah didalam pengambilan keputusan itulah yang merupakan hakikat MBS.
Oleh karena itu, pelaksanaan MBS seyogyanya benar-benar melibatkan masyarakat dan memberdayakan peranserta masyarakat sekitar.
Dr. E. Mulyasa, M.Pd dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah menyatakan hal-hal yang menjadi landasan MBS sebagai berikut:
1.       Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro.
Aspek makro erat kaitannya dengan desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek meso berkaitan dengan kebijakan daerah provinsi sampai tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan sekolah yaitu seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah serta terdepan dalam pelaksanaannya.
2. Undang-undang Pasal 51 UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang mengatur secara murni dan konsekuen.
Landasan MBS dalam buku Depdiknas 2007 :
1.     UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 ” pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah.”
2.    UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat.
3.    Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah.
4.    Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.
5.    Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
B.  Landasan Filosofis MBS
Landasan MBS Menurut Drs. Nurkolis, MM dalam bukunya yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah:
1.      Landasan filosofis
Landasan filosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggungjawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional.
Artinya, pelayanan pendidakan tidak dapat dihindarkan dari batas-batas tanggungjawab mengingat masing-masing mempunyai posisi dan keterbatasan. Keluarga dalam arti biologis merupakan orang tua langsung (ibu dan bapak),mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan pendidikan kepada anak –anaknya dirumah tangga, dari mulai hal yang bersifat sederhana dan pribadi sampai pada hal yang komplek dan bermasyarakat. Tugas dan wewenang ini, bersifat alamiah dan mendasar untuk membangun individu yang bertanggung jawab. Akan tetapi sebagai orang tua, terdapat berbagai keterbatasan dalam pelayanan pendidikan yang bersifat normatif dan terukur, baik yang bersifat keilmuan maupun keterampilan tertentu. Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan pendidikan anak nya, maka orang tua memperca yakan kepada sekolah baik yang diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.
 Konsekkuensinya orang tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai dengan batas kemampuan dan kesepakatan. Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan pendidikan hanya bisa dicapai apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya, untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan dan kemanusiaan.
Landasan MBS Menurut Modul UT:
1.             Landasan yang Bersifat Filosofis
a. Nilai - nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama
b. Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai harapan.
2.            Landasan yang Berdasarkan Hukum atau Peraturan Perundangan
a. UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
b. UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah:
Kepmendiknas No 044/U/2002
a.             PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa landasan MBS adalah sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Melibatkan semua pihak secara optimal yaitu keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Landasan Yuridis atau Undang- Undang
a. UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah”
b. UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat
c. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah.
d. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.
e. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
f. UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, tampaknya sangat berpengaruh terhadap penyelanggaraan tatanan pemerintahan termasuk dalam pelayanan pendidikan yang dikenal dengan pendekatan ke arah desentralisasi. Secar, politis, kebijakan desentralisasi ini dimulai pada januari 2001, diawali dengan pelimpahan sebagian besar kewenangan pemerintah kepada pemerintah daerah kebupaten dan kota yang membawa konsekuensi adanya restruktur-isasi kelembagaan pemerintahan, termasuk di bidang pendidikan.
Desentralisasi pendidikan diharaokan akan mendorong meningkatkan pelayanan dibidang pendidikan kepada masyarakat, yang bermuara pada upaya peningkatan kualitas pengelolaan pendidikan dalam tataran yang paling bawah (at the bottom) yaitu sekolah melalui penerapan manajemen berbasis sekolah.
 MBS sebagai suatu model implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan merupakan suatu konsep inovatif, yang bukan hanya dikaji sebagai wacana baru dalam pengelolaan pendidikan tetapi sebaiknya juga dipertimbangkan sebagai langkah inovatif dan strategi ke arah peningkatan pendidikan melalui pendekatan manajemen yang bercirikan “akar rumput”.
Salah satu wujud konkrit dari konteks ini adalah adanya keterlibatan stakeholders dalam membantu peningkatan pemerataan, relavansi, kualitas efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya jalur sekolah, diatur dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional: PP. No. 39 tahun 1992 tentang peran serta masyrakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan UU No. 22 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pertimbangan yang dikemukakan diatas, dapat dijadikan rambu-rambu dalam memposisikan Dewan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah. Dengan demikian posisi dewan pendidikan dan dinas pendidikan mengacu pada wewenang (otonomi), yang mengarah kepada landasan hukum yang berlaku pada setiap daerah.
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bagian ketiga, pasal 56, mengisyaratkan bahwa :
1.     Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
2.    Dewan pendidikan sebagai lembaga mendiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu, dukungan, dan pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten atau kota yang tidak mempunyai hubungan hieraksis.
3.    Komite sekolah sebagai lembaga mandiri, dibentuk untuk memberikan arahan, dukungan dan pengawasan pada tingkat satuan pendidikan.
4.    Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sebelum ada peraturan pemerintah lebih lanjut, yang dapat dijadikan landasan hukum pembentukan dewan pendidikan dapat ditetapkan berdasarkan:
a.    Peraturan daerah (perda).
b.    SK wali kota atau bupati.
c.    Akta notaris.

BAB III
PENUTUP
I.        Kesimpulan
Menurut pendapat kami bahwa kesimpulan dari Landasan filosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggungjawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional. Kemudian Nilai - nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama. Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai harapan.