Cari Blog Ini

Minggu, 18 Maret 2012

LANDASAN FILOSOFI MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH di SD


BAB 1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Ada beberapa tujuan pendidikan diantaranya yaitu bersifat mendatar artinya bahwa adanya pendidikan yaitu untuk mempersiapkan manusia untuk menghadapi masa depan agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secar kolektif sebagai warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Tujuan dan fungsi pendidikan lainnya adalah peradaban, artinya pendidikan bermanfaat untuk mencapai suatu tingkat peradaban. Peradaban adalah hasil karya manusia yang semula dimaksudkan untuk mendukung kesejahteraan manusia.
MBS atau manajement berbasis sekolah adalah suatu proses kerja komunitas sekolah dengan menerapkan kaidah-kaidah otonomi akuntabilitas. Partisipasi untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran secara terpadu. Tujuan penerapan MBS itu sendiri adalah untuk memaksimalkan dan efesiensi pengelolaan bermutu serta relafansi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah pada intinya adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan perbaikan kualitas secara terus menerus.
MBS merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi pendidikan nilai. Pendidikan kewarganegaraan dan agama sangat penting untuk menumbuhkembangkan tanggungjawab bersama didalam kehidupan suatu masyarakat(baik secara local, nasional, regional, global). Nilai-nilai spiritual diperlukan untuk menyempurnakan kesejahteraan manusia di dunia dan alam sesudahnya sehingga kehidupan lebih bermakna. Nilai-nilai lokal tercermin dalam nilai social budaya setempat yang diwujudkan dalam bentuk tata krama pergaulan, model pakaian, seni. Nilai-nilai nasional berkaitan erat dengan penerapan kaidah-kaidah sebagai warga Negara yang baik yang menjunjung tinggi kebangsaan. Kedua nilai tersebut membentuk budi pekerti dan keperibadian yang kuat, hanya dapat dikembangkan melalui manajemen yang berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat. Manajemen berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat berupaya memperkuat jati diri peserta didik dengan nilai social budaya setempat, mensinergikannya dengan nilai-nilai kebangsaan serta nilai-nilai agama yang dianut.
Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara hidup masyarakat. Landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat diantaranya:
a.    Pendidikan nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai – nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama.
b.     Kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan dalam kehidupan masyarakat .

B.  Rumusan Masalah
Di dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan masalah, diantaranya :
1.     Apa hal-hal yang menjadikan landasan MBS ?
2.    Apa definisi landasan  filosofis MBS ?
3.    Apa saja landasan yang bersifat filosofis ?




C.  Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini adalah :
-      Menyebutkan hal-hal yang menjadikan landasan MBS.
-      Mendefinisikan landasan filosofis MBS.
-      Menyebutkan landasan yang bersifat filosofis.
-      Menambah pengetahuan tentang landasan filosofis MBS.
D.  Kajian pustaka
Bahan-bahan makalah ini kami ambil dari referensi buku dan situs-situs internet yang berbeda-beda  supaya data yang kami kumpulkan tentang landasan filosofis MBS . Untuk lebih jelasnya kami akan lampirkan pada daftar pustaka sumber-sumber yang kami ambil.
BAB II
PEMBAHASAN

A.   Landasan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS sebagai bentuk upaya alternatif dalam pendidikan akan berjalan dengan baik jika lingkungan mendukung untuk diadakannya reformasi. Akar reformasi merupakan landasan filosofis yang tak lain bersumber dari cara hidup(way of life) masyarakatnya. Oleh karena itu, untuk suksesnya reformasi pendidikan harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Tanpa mempedulikan cara dan kebiasaan hidup warganya maka reformasi pendidikan tidak akan mendapat sambutan apalagi dukungan dari segenap lapisan masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Unsur lain dari reformasi pendidikan adalah keterlibatan orang tua siswa dan keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang dapat diterima dan bernilai bagi masyarakat setempat. Segala keputusan yang diambil oleh pihak sekolah harus melibatkan atau memusyawarahkan keputusan tersebut kepada orang tua siswa atau masyarakat. Hal ini dikarenakan agar siswa dapat mencapai kompetensi yang ditetapkan dan dapat merespon dengan tepat dan cepat keinginan masyarakat, baik yang menyangkut pengembangan dan pengayaan kognitif siswa, keterampilan maupun sikap sesuai dengan aspirasi yang berkembang dilingkungannya. Dalam mewujudkan hal itu maka sekolah harus diberi kewenangan yang lebih luas untuk mengambil keputusan yang didukung oleh masyarakat(diantaranya orang tua murid). Pemberian kewenangan kepada sekolah didalam pengambilan keputusan itulah yang merupakan hakikat MBS.
Oleh karena itu, pelaksanaan MBS seyogyanya benar-benar melibatkan masyarakat dan memberdayakan peranserta masyarakat sekitar.
Dr. E. Mulyasa, M.Pd dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah menyatakan hal-hal yang menjadi landasan MBS sebagai berikut:
1.       Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan ilmu dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik secara makro, meso maupun mikro.
Aspek makro erat kaitannya dengan desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek meso berkaitan dengan kebijakan daerah provinsi sampai tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro melibatkan sekolah yaitu seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling bawah serta terdepan dalam pelaksanaannya.
2. Undang-undang Pasal 51 UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional yang mengatur secara murni dan konsekuen.
Landasan MBS dalam buku Depdiknas 2007 :
1.     UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 ” pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah.”
2.    UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat.
3.    Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah.
4.    Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.
5.    Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
B.  Landasan Filosofis MBS
Landasan MBS Menurut Drs. Nurkolis, MM dalam bukunya yang berjudul Manajemen Berbasis Sekolah:
1.      Landasan filosofis
Landasan filosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat. Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggungjawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional.
Artinya, pelayanan pendidakan tidak dapat dihindarkan dari batas-batas tanggungjawab mengingat masing-masing mempunyai posisi dan keterbatasan. Keluarga dalam arti biologis merupakan orang tua langsung (ibu dan bapak),mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan pendidikan kepada anak –anaknya dirumah tangga, dari mulai hal yang bersifat sederhana dan pribadi sampai pada hal yang komplek dan bermasyarakat. Tugas dan wewenang ini, bersifat alamiah dan mendasar untuk membangun individu yang bertanggung jawab. Akan tetapi sebagai orang tua, terdapat berbagai keterbatasan dalam pelayanan pendidikan yang bersifat normatif dan terukur, baik yang bersifat keilmuan maupun keterampilan tertentu. Oleh sebab orang tua tidak dapat melayani kebutuhan pendidikan anak nya, maka orang tua memperca yakan kepada sekolah baik yang diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan pendidikan) maupun pemerintah.
 Konsekkuensinya orang tua wajib memberikan dukungan kepada sekolah sesuai dengan batas kemampuan dan kesepakatan. Oleh sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan pendidikan hanya bisa dicapai apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya, untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas keadilan dan kemanusiaan.
Landasan MBS Menurut Modul UT:
1.             Landasan yang Bersifat Filosofis
a. Nilai - nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama
b. Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai harapan.
2.            Landasan yang Berdasarkan Hukum atau Peraturan Perundangan
a. UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
b. UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah:
Kepmendiknas No 044/U/2002
a.             PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Dari beberapa pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa landasan MBS adalah sebagai berikut:
1. Landasan Filosofis
Melibatkan semua pihak secara optimal yaitu keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan.
2. Landasan Yuridis atau Undang- Undang
a. UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 “pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis sekolah/ madrasah”
b. UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat
c. Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah.
d. Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis sekolah.
e. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
f. UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah, tampaknya sangat berpengaruh terhadap penyelanggaraan tatanan pemerintahan termasuk dalam pelayanan pendidikan yang dikenal dengan pendekatan ke arah desentralisasi. Secar, politis, kebijakan desentralisasi ini dimulai pada januari 2001, diawali dengan pelimpahan sebagian besar kewenangan pemerintah kepada pemerintah daerah kebupaten dan kota yang membawa konsekuensi adanya restruktur-isasi kelembagaan pemerintahan, termasuk di bidang pendidikan.
Desentralisasi pendidikan diharaokan akan mendorong meningkatkan pelayanan dibidang pendidikan kepada masyarakat, yang bermuara pada upaya peningkatan kualitas pengelolaan pendidikan dalam tataran yang paling bawah (at the bottom) yaitu sekolah melalui penerapan manajemen berbasis sekolah.
 MBS sebagai suatu model implementasi kebijakan desentralisasi pendidikan merupakan suatu konsep inovatif, yang bukan hanya dikaji sebagai wacana baru dalam pengelolaan pendidikan tetapi sebaiknya juga dipertimbangkan sebagai langkah inovatif dan strategi ke arah peningkatan pendidikan melalui pendekatan manajemen yang bercirikan “akar rumput”.
Salah satu wujud konkrit dari konteks ini adalah adanya keterlibatan stakeholders dalam membantu peningkatan pemerataan, relavansi, kualitas efektifitas dan efesiensi penyelenggaraan pendidikan.
Partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya jalur sekolah, diatur dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional: PP. No. 39 tahun 1992 tentang peran serta masyrakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dan UU No. 22 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pertimbangan yang dikemukakan diatas, dapat dijadikan rambu-rambu dalam memposisikan Dewan Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah. Dengan demikian posisi dewan pendidikan dan dinas pendidikan mengacu pada wewenang (otonomi), yang mengarah kepada landasan hukum yang berlaku pada setiap daerah.
UU Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bagian ketiga, pasal 56, mengisyaratkan bahwa :
1.     Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
2.    Dewan pendidikan sebagai lembaga mendiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu, dukungan, dan pengawasan pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten atau kota yang tidak mempunyai hubungan hieraksis.
3.    Komite sekolah sebagai lembaga mandiri, dibentuk untuk memberikan arahan, dukungan dan pengawasan pada tingkat satuan pendidikan.
4.    Ketentuan mengenai pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sebelum ada peraturan pemerintah lebih lanjut, yang dapat dijadikan landasan hukum pembentukan dewan pendidikan dapat ditetapkan berdasarkan:
a.    Peraturan daerah (perda).
b.    SK wali kota atau bupati.
c.    Akta notaris.

BAB III
PENUTUP
I.        Kesimpulan
Menurut pendapat kami bahwa kesimpulan dari Landasan filosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan melalui proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggungjawab bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggungjawab tersebut, dilandasi oleh peran secara profesional. Kemudian Nilai - nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama. Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar sesuai harapan.

SI KANCIL DAN SIPUT



       Pada suatu hari si kancil nampak ngantuk sekali. Matanya serasa berat sekali untuk dibuka. “Aaa....rrrrgh”, si kancil nampak sesekali menguap. Karena hari itu cukup cerah, si kancil merasa rugi jika menyia-nyiakannya. Ia mulai berjalan-jalan menelusuri hutan untuk mengusir rasa kantuknya. Sampai di atas sebuah bukit, si Kancil berteriak dengan sombongnya, “Wahai penduduk hutan, akulah hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar di hutan ini. Tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan dan kepintaranku”.
        Sambil membusungkan dadanya, si Kancil pun mulai berjalan menuruni bukit. Ketika sampai di sungai, ia bertemu dengan seekor siput. “Hai kancil !”, sapa si siput. “Kenapa kamu teriak-teriak? Apakah kamu sedang bergembira?”, tanya si siput. “Tidak, aku hanya ingin memberitahukan pada semua penghuni hutan kalau aku ini hewan yang paling cerdas, cerdik dan pintar”, jawab si kancil dengan sombongnya.
      “Sombong sekali kamu Kancil, akulah hewan yang paling cerdik di hutan ini”, kata si Siput. “Hahahaha......., mana mungkin” ledek Kancil. “Untuk membuktikannya, bagaimana kalau besok pagi kita lomba lari?”, tantang si Siput. “Baiklah, aku terima tantanganmu”, jawab si Kancil. Akhirnya mereka berdua setuju untuk mengadakan perlombaan lari besok pagi. Setelah si Kancil pergi, si siput segera mengumpulkan teman-temannya. Ia meminta tolong agar teman-temannya berbaris dan bersembunyi di jalur perlombaan, dan menjawab kalau si kancil memanggil.
       Akhirnya hari yang dinanti sudah tiba, kancil dan siput pun sudah siap untuk lomba lari. “Apakah kau sudah siap untuk berlomba lari denganku”, tanya si kancil. “Tentu saja sudah, dan aku pasti menang”, jawab si siput. Kemudian si siput mempersilahkan kancil untuk berlari dahulu dan memanggilnya untuk memastikan sudah sampai mana si siput. Kancil berjalan dengan santai, dan merasa yakin kalau dia akan menang. Setelah beberapa langkah, si kancil mencoba untuk memanggil si siput. “Siput....sudah sampai mana kamu?”, teriak si kancil. “Aku ada di depanmu!”, teriak si siput. Kancil terheran-heran, dan segera mempercepat langkahnya. Kemudian ia memanggil si siput lagi, dan si siput menjawab dengan kata yang sama.”Aku ada didepanmu!”
       Akhirnya si kancil berlari, tetapi tiap ia panggil si siput, ia selalu muncul dan berkata kalau dia ada depan kancil. Keringatnya bercucuran, kakinya terasa lemas dan nafasnya tersengal-sengal. Kancil berlari terus, sampai akhirnya dia melihat garis finish. Wajah kancil sangat gembira sekali, karena waktu dia memanggil siput, sudah tidak ada jawaban lagi. Kancil merasa bahwa dialah pemenang dari perlombaan lari itu.
      Betapa terkejutnya si kancil, karena dia melihat si siput sudah duduk di batu dekat garis finish. “Hai kancil, kenapa kamu lama sekali? Aku sudah sampai dari tadi!”, teriak si siput. Dengan menundukkan kepala, si kancil menghampiri si siput dan mengakui kekalahannya. “Makanya jangan sombong, kamu memang cerdik dan pandai, tetapi kamu bukanlah yang terpandai dan cerdik”, kata si siput. “Iya, maafkan aku siput, aku tidak akan sombong lagi”, kata si kancil.

Sabtu, 17 Maret 2012

DEMOKRASI


BAB I
PENDAHULUAN
A.   LATAR BELAKANG
  Rasa nasionalisme warga Negara adalah salah satu capaian yang diharapkan dalam kehidupan berbangsa dan beregara. Upaya untuk mencipatakan rasa nasionalisme itu dapat dimulai dengan berupaya agar warga Negara mengenal lebih dalam bangsa dan Negara nya itu sendiri. Salah satunya melalui penelusuran jejak rekam sejarah agar warga Negara memiliki karakter kebangsaan. Tidak terbantahkan, pengenalan sejarah kebangsaa menjadi fondasi yang tidak dapat diabaikan dalam membangun karakter bangsa.
Pembahasan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah dari demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukan oleh hasil studi UNESCO pada awal 1950-an yang mengumpulakan lebih dari 100 sarjana barat dan timur, sementara di negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda, (kendati sama-sama negara demokrasi).
Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masyarakat untuk menyelenggarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais, 1995: 1).
Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti , sistem presidensial, sistem paerlementer dan sistem referendum.
 Demokrasi, istilah demokrasi Indonesia berasal dari bahasa yunani, yaitu dengan istilah democratos yang merupakan gabungan dari kata demos yang berarti rakyat, dan cratos yang artinya kekuasaan atau kedaulatan rakyat. Dari gabungan atas dua pemaknaan tersebut, maka dapat   diterjemahkan bahwa demokrasi adalah kedaulatan rakyat. 
Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda diantara pemakain-pemakainnya bagi peranan negara.             


                                                                                          
B.     RUMUSAN MASALAH
Adapun permasalahan yang akan di bahas dalam proses penyusunan masalah ini adalah demokrasi indonesia, untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan,maka dalam permasalahan ini permasalahannya di batasi pada :
1.    Makna demokrasi dan implementasinya.
2.    Arti dan perkembangan demokrasi.
3.    Bentuk-bentuk demokrasi.
4.    Proses demokratisasi menuju masyarakat madani.
5.    Nilai-nilai  demokrasi.

C.   TUJUAN PENULISAN
Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian,yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui seperti apa demokrasi Indonesia dan arti demokrasi Indonesia.
Adapun tujuan khusus dari penyusunan masalah ini adalah :
1.    Untuk mengetahui makna demokrasi Indonesia dan implementasinya.
2.    Untuk mengetahui sejauh mana perkembangan demokrasi Indonesia.
3.    Untuk memahami bentuk-bentuk demokrasi Indonesia.
4.    Untuk memahami  proses demokratisasi menuju masyarakat madani.
5.    Dan untuk memahami nilai-nilai demokrasi


D.   METODE PENULISAN
Dalam proses penulisan makalah ini dengan cara pencarian dan pengumpulan dari sumber-sumber mengenai materi terkait  itu di ambil suatu kesimpulan melalui dikusi sebagai pendekatan dalam proses penyusunan.

E.   SISTEMATIKA PENULISAN
Sistem penyusunan makalah ini di bagi menjadi 3 bagian utama, yaitu :
Bagian pertama adalah pendahuluan. Bagian ini memaparkan beberapa pokok permasalahan awal yang berhubungan erat dengan permasalahan utama. Pada bagian pendahuluan ini di paparkan tentang latar belakang, masalah batasan dan rumusan masalah, tujuan penulisan makalah, metode penulisan dan sistematika masalah.
Bagian kedua adalah pembahasan. Bagian ini merupakan bagian utama yang hendak dikaji dalam proses penyusunsn makalah. Penyusunan berusaha untuk mendeskripsikan.
Bagian ketiga adalah kesimpulan. Bagian ini berisi pendapat dari penyusun atau
kelompok terhadap semua permasalahan-permasalahan yang telah bagian kedua.
BAB II
PEMBAHASAN
 1.    DEMOKRASI DAN IMPLEMENTASINYA
Pembahan tentang peranan negara dan masyarakat tidak dapat dilepaskan dari telaah  tentang demokrasi dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hampir semua negara di dunia ini telah menjadikan demokrasi sebagai asasnya yang fundamental sebagai telah ditunjukan oleh hasil studi UNESCO pasa awal 1950-an yang mengumpulkan lebih dari 100 sarjana barat dan timur, sementara di negara-negara demokrasi itu pemberian peranan kepada negara dan masyarakat hidup dalam porsi yang berbeda-beda (kendati sama-sama negara demokrasi).
Kedua, demokrasi sebagai asas kenegaraan secara esensial telah memberikan arah bagi peranan masayarakat untuk menyelengarakan negara sebagai organisasi tertingginya tetapi ternyata demokrasi itu berjalan dalam jalur yang berbeda-beda (Rais 1995;1).
Dalam hubungannya dengan implementasi ke dalam sistem pemerintahan, demokrasi juga melahirkan sistem yang bermacam-macam seperti: pertama, sistem presidensial yang mengajarkan antara parlemen dan presiden dengan memberi dua kedudukan kepada presiden yakni sebagai kepala negara dan kepala pemerintah.
Kedua, sistem parlementer yang meletakan pemerintah dipimpin oleh perdana menteri yang hanya berkedudukan sebagai kepala pemerintahan dan bukan kepala negara, sebab kepala negara nya bisa diduduki oleh raja atau presiden yang hanya menjadi simbol kedaulatan dan persatuan.
Ketiga, sistem referendum yang meletakan pemerintah sebagai bagian (badan pekerja) dari parlementer.
Di beberapa negara ada yang menggunakan sistem campuran antara presidensial dengan parlementer, yang antara lain dapat dilihat dari sistem ketatanegaraan di Peracis atau di Indonesia terdasar UUD 1945.  
Dengan alasan tersebut menjadi jelas bahwa asas demokrasi yang hampir sepenuhnya disepakati sebagai model terbaik bagi dasar penyelenggaraan negara ternyata memberikan implikasi yang berbeda di anatar pemakai-pemakainya bagi peranan negara.

2.    ARTI DAN PERKEMBANGAN DEMOKRASI
Secara etimologis istila demokrasi berasal dari bahasa Yunani, ”demos’’ berarti rakyat dan “kratos/kratien” berarti kekuasaan. Konsep dasar demokrasi berarti “rakyat berkuasa” (goverment of rule by the people). Adapula definisi singkat untuk istilah demokrasi yang diartikan sebagai pemerintahan atau kekuasaan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat. Namum demikian penerapan demokrasi diberbagai negara di dunia, memiliki ciri khas dan spesifikasi masing-masing, yang lazimnya sangat dipengaruh oleh ciri khas masyarakat sebagai rakyat dalam suatu negara.
Demokrasi mempunyai arti yang penting bagi masyarakat yang menggunakannya, sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalanya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu, ampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk menunjukan betapa rakyat diletakan pada posisi penting dalam asas demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.
Demokrasi sebagai hidup bernegara memberi pengertian bahwa tingkat terakhor rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah pokok mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat (Noer, 1983: 207). Jadi, negara demokrasi adalah negara yang diselengarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat, atau jika ditinjau dari sudut demokrasi, ia berarti suatu pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau asas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.
Dalam hubungan ini menurut Henry B. Mayo bahwa sistem politik demokrasi adalah sistem yang menunjukan bahwa kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik (Mayo 1960:70).
Meskipun dari berbagai pengertian itu terlihat bahwa rakyat diletakan pada posisi sentral “rakyat berkuasa” (goverment of rule by the people
) tetapi dalam praktiknya oleh UNESCO bahwa ide demokrasi itu dianggap ambiguous atau mempunyai arti ganda, sekurang-kurangnya ada ambiguity atau ketaktentuan mengenai lembaga-lembaga atau cara-cara yang dipakai untuk melaksanakan ide, atau mengenai keadaan kultural serta historis yang mempengaruhi istilah ide dan praktik demokrasi (Budiardjo, 1982: 50).
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara dan hukum di Yunani kuno dan dipraktikan dalam hidup bernegara dalam abad ke-4 sebelum masehi sampai abad ke-6 masehi.  Pada waktu dilihat dari pelaksanaannya, demokrasi yang dipraktekkan bersifat langsung (direct democrasi), artinya hak rakyat untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak berdasarkan prosedur mayoritas.
Tampak bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak pemerintahan absolut dan penetapkan hak-hak politik rakyat dalam suatu asas yang disebut demokrasi (pemerintah rakyat).  Dari pemikiran tentang hak-hak politik rakyat dan pe,isahan kekuasaan inilah terlihat munculnya kembali ide pemerintrahan rakyat (demokrasi). Tetapi dalam kemunculanya sampai saat ini demokrasi demokrasi telah melahirkan dua konsep   demokrasi yang berkaitan dengan peranan negara dan peranan masyarakat, yaitu demokrasi konstitusional abad ke-19 dan demokrasi konstitusional abad ke-20 yang keduanya senantiasa dikaitkan dengan konsep negara hukum (Mahmud, 1999: 20).
Perkemabangan demokrasi di Indonesia sebelum terbentuk sudah ada political grand design dari para founding fathers yang tergabung dalam BPUPKI dan PPKI untuk menjadikan demokrasi sebagai pilihan politik dean dasar bagi penyelenggaraan negara dean pemerintah Indonesia sebagaimana yang ditegaskan oleh Hatta.
“Daulat Tuanku harus diganti dengan Daulat Ra’jat, yaitu landasan pemerintahan rakyat, landasan demokrasi terus-menerus, kehendak seluruh “demokrasi asli”, apakah ada di Athena, Roma, atau di desa tradisional Indonesia, di sistem kesukuan dan sebagainya”.
Political will ini akhirnya tertuang pada konstitusi Indonesia pertama kali yakni UUD 1945 tepatnya terdapat pada pasal 1 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya permusyawaratan rakyat.
Namun dalam pelaksanaannya, demokrasi yang bagaimanakah, yang pertama kali diterapkan di Indonesia? Baru tiga bulan Indonesia merdeka, sistem pemerintahan kita sudah tidak sesuai dengan UUD 1945 yang menghendaki penerapan sistem pemerintahan presidensial. Melalui maklumat pemerintah tanggal 14 November 1945, sistem pemerintahan kita berubah menjadi sistem kabinet parlementer, dimana menteri-menteri yang sebelumnya sebagai pembantu presiden menjadi sistem dewan menteri kepada parlemen. Denagn Indonesia menggunakan sistem pemerintahan parlementer pada masa itu, wujud demokrasi yang digandengnya adala demokrasi pluralistik liberal.
Berdasarkan maklumat pemerintah tanggal14 November 1945 yang didasari oleh gagasan pluralisme atau demokrasi yang pluralistik ternyata disamping mengubah sistem kabinet juga berisi rencana pemilihan umum untuk memberi porsi yang besar kepada rakyat melalui wakil-wakilnya dalam menjalankan politik pemerintah dan menentukan haluan negara serta berisi anjuran pembentukan partai-partai oleh rakyat.
Setelah konverensi meja bundar dengan ditandai adanya Negara Republi Indonesia Serikat dan secara resmi memakai sistem politik parlementarisme yang wujud demokrasinya dalam bentuk demokrasi liberal, yang dianggap dapat menampung gagasan pluralisme Indonesia.
Begitupun setelah berlakunya UUD sementara 1950 yang menandai telah berubahnya bentuk Negara Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali sejak tanggal 17 Agustus 1950, bentuk kehidupan demokrasi di Indonesia tetap dalam bentuk demokrasi liberal. Sistem demokrasi liberal di Indobesia pada masa itu telah menyediakan sarana politik yang sebebas-bebasnya bagi partai politik, dalam menyampaikan aspirasi politiknya. Oleh karena terlau liberal, akhitnya wujud kehidupan demokrasi yang terbangun telah menimbulkan ketidakstabilan politik negara yang terbukti dari selama masa UUD semenyara 1950 telah tujuh kali ganti kabinet.
Menurut Soekarno, demokrasi terpimpin adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dari format politik yang kelihatnya demokratis itu, dalam praktiknya pada masa itu lebih terlihat mengarah kapada otoriter yang memusatkan kekuasaannya pada presiden saja yang ditandai dengan pembentukan kepemimpinan yang inkonstitusional denagn keluarnya TAR MPR No. III/MPR?1963 tentang pengangkatan Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup dan membatalkan masa jabatan presiden 5 tahun dalam UUD 1945. Selain itu memalui UU No. 14 tahun 1963 presiden diberi wewenang untuk campur tangan dibidang legislatif dan melalui UU No. 15 tahun 1963, presiden juga diberi wewenang untuk campur tangan di bidang yudikatif. Sementara untuk pers yang dianggap menyimpang dari “rel revolusi” ditiadakan dan dibrendel.
 Dan pada masa ini pengaruh komunis juga sudah sangat berkembang.
Pada tahun 1968 Orde Baru tampil ke pentas politik menggeser sistem politik Orde Lama dan menghabisi pengaruh komunis di Indonesia. Pada mulanya Orde Baru tampil ke pentas politik dengan demokrasi yang berlagam libertarian di bidang politik dan berusaha memberikan kepuasan di bidang ekonomi, yang pada akhirnya juga mengarah pada pemusatan kekuasaan pada diri presiden yang ditandai dengan pengukuhan dominasi peranan ABRI dan Golongan Karya dalam kancah politik sebagai kekuatan utama presiden, birokratisasi dan sentralisasi dalam pengambilan keputusan, pengaturan peran dan fungsi partai politik dan lembaga-lembaga kemasyarakatan. Selain itu kontrol dan intervasi pemerintah juga dilakukan dalam berbagai urusan partai politik dan di bidang pers.  Pemusatan kekuasaan di masa Orde Baru ini pada akhirnya membawa bangsa Indonesia di ambang kritis multidimensi dan akhirnya Orde Baru jatuh tahun 1998.
Derap reformasi yang mengawali lengsernya Orde Baru pada awal tahun 1998 pada dasarnya merupakan gerak kesinambungan yang merefleksikan komitmen bangsa Indonesia yang secara rasional dan sistematis bertekad untuk mengaktualisasikan nilai-nilai dasar demokrasi. Nilai-nilai dasar tersebut antara lain berupa sikap transparan dan aspiratif dalam segala pengambilan keputusan politik, pers yang bebas, sistem pemilu yang jujur dan adil, pemisahan TNI dan POLRI, sistem otonomi daerah yang adil dan prinsip good governance yang mengedepankan profesionalisme birokrasi lembaga eksekutif, keberadaan badan legislatif yang kuat dan beribawa, kekuasaan kehakiman yang independen, partisipasi masyarakat yang terorganisasi denagn baik serta penghormatan terhadap supermasi hukum.
Perkemabangan Demokrasi di Indonesia
Demokrasi Masa Revolusi (1945-1950) à Demokrasi Pluralistik Liberal.
-       Kebersamaa di bidang politik, sosial dan ekonomi.
Demokrasi Masa Orde Lama (1950-1959) à Demokrasi Parlementer.
-       Didominasi partai politik dan DPR.
-       Kabinet-kabinet terbentuk tidak dapat bertahan lama.
-       Koalisi sangat gampang pecah.
-       Destabilisasi politik nasional.
-       Tentara tidak memperoleh tempat dalam konstelasi politik.
Demokrasi Masa Orde Lama (1959-1968) à Demokrasi terpimpin.
-       Didominasi oleh presiden.
-       Brrkembangnua pengaruh komunis.
-       Pembentukan kepemimpinan yang inskontitusional.
-       Meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sospol.
-       Pers ang dianggap menyimpang dari rel revolusi.
Demokrasi Masa Orde Baru
-       Dominannya peranan ABRI.
-       Dominannya peranan golongan karya.
-       Birokratisasi dan sentralistik dalam pengambilan keputusan.
-       Pengembiran peran dan fungsi partai-partai politik.
-       Campaur tangan negara dalam urusan partai-partai politik.
-       Pers yang dianggap tidak sesuai dengan pemerintah “dibrendel”.
Demokrasi Masa Reformasi (1998-sekarang)
-       Reposisi TNI dalam kaitan dengan keberadaannya.
-       Diamandemennya pasal-pasal yang dipandang kurang demokratis dalam UUD 1945.
-       Adanya kebebasan pers.
-       Dijalankannya otonomi daerah.
Pemilihan Umum (PEMILU) di Indonesia
Pemilihan umum (pemilu) juga merupakan perwujudan atas kedaulatan rakyat dan demokrasi untuk menentukan wakil-wakil rakyat yang akan duduk pada lembaga perwakilan rakyat dan juga memilih presiden dan wakil presiden termasuk memilih yang akan memimpin pemerintahan (eksekutif) setem[at.
Rakyat sebagai anggota dari suatu negara berperan sebagai penentu perolehan suara. Dalam sistem pemilihan mekanisme ini dapat dilaksanakan dengan dua sistem, yakni :
1.    Sistem pemilihan distrik.
2.    Sistem pemilihan proposional.
Dalam sistem pemilihan distrik, wilayah suatu negara di bagi-bagi tas distrik-distrik pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang tersedia di legislatif untuk diperebutkan dalam suatu pemilihan umum. Wakil dalam pemilihan distrik hanyalah satu orang.
Adapun yang menjadi unggulan dari penggunaan sistem ini terletak pada penggunaan biaya yang tidak terlalu tinggi dan mekanismenya lebih cepat. Selain itu hubungan antara wakil dan konstituennya (pemilihannya) begitu dekat sehingga partai politik tidak akan berani menampilkan calonnya yang tidak populer di wilayah distrik tersebut.
Sedangakan kelemahan dari penerapan sistem proporsional ini terletak pada jarang dikenalnya calon-calon terpilih oleh pemilih karena yang menentukan calon di suatu daerah pemilihan adalah pimpinan pusat partai politik peserta pemilu. Selain itu kelemahan sistem ini biasanya cenderung berjalan lebih lambat dan memerlukan organisasi yang besar.   
Negara Indonesia adalah negara yang berkedaulatan rakyat, sebagaimana muarana yang berangkat dari pembukaan UUD 1945 alinea keempat yang menyebutkan bahwa, “maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu UUD Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”. Kemudian pengakuan akan konsep kedaulatan di Inbdonesia tersebut diteruskan pasal 2 ayat (1) amandemen ketiga UUD 1945 yang menyatakan bahwa, ‘’kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Selanjutnya pesan kedaulatan rakyat yang terkadung pada alinea keempat dan pasal 2 ayat (1) amandemen ketiga UUD 1945 ditangkap oleh pasal 22E amandemen ketiga UUD 1945 dalam wujud pemilhan umum yang menyatakan bahwa :
1)    Pemilihan umum dilaksanakn secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil setiap lima tahun sekali.
2)    Pemilihan umum diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
3)    Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat  dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah partai politik.
4)    Peserta pemilihan umum untuk memilih anggota Deawan Perwakilan Daerah adalah perseorangan.
5)    Pemilihan umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasioanal, tetap dan mandiri.
6)    Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum yang diatur dengan undang-undang.
adapun  untuk pengaturan lebih lanjut secara teknisnya pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam wujud pemilihan umum saat ini di atur dalam UU No. 10 Tahun 2008 tentang pemilihan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan UU No. 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
3.    BENTUK-BENTUK DEMOKRASI 
Menurut Torres, demokrasi dapat di lihat dari dua aspek yaitu pertama, formal democrasy dan kedua, subtantive democracyyaitu menunjukan pada bagaiman proses demokrasi itu dilakukan (Winataputra, 2006).
Formal democracy menunjukan pada demokrasi dalam arti sistem pemerintahan. Hal ini dapat dilihat dalam berbagai pelaksanaan demokrasi di berbagai negara. Dalam suatu negara misalnya dapat diterapkan demokrasi dengan menerapkan sistem presidensial atau sistem parlementer.
Sistem prersidensial : sistem ini menekankan pentingnya pemilihan presiden secara langsung, sehingga presiden terpilih mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem ini kekuasaan eksekutif (kekuasaan menjalankan  pemerintah) sepenuhnya berada di tangan presiden. Oleh karena itu presiden merupakan kepala eksekutif (head of government) dan sekaligus menjadi kepala negara (head of state). Presiden adalah penguasa dan sekaligus sebagai simbol kepemimpinan negara. Sistem demokrasi ini sebagaimana diterapkan di negara Amerika dan negara Indonesia.
Sistem Parlementer : sistem ini merupakan model hubungan yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.  Kepala eksekutif (head of goverment) adalah berada ditangan seorang perdana menteri. Adapun kepala negara (head of state) adalah berada pada seorang ratu, misalnya di negara Inggris atau ada pula yang berada pada seoarang presiden misalnya di India. Selain bentuk demokrasi sebagaimana dipahami diatas terdapat beberapa sistem demokrasi yang mendasarkan pada prisip filosofi Negara.
1)    Demokrasi Perwakilan Liberal
Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaraan bahwa manusia adalah sebagai makhluk individu yang bebas. Oleh karena itu dalam sistem demokrasi ini kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam pelaksanaan demokrasi.
Pemikiran tetang negara demokrasi sebagaimana di kembangkan oleh Hobbes, Locke dan Rousseau bahwa negara terbentuk karena adanya pembenturan kepentingan hidup mereka dalam hidup bermasyarakat dalam suatu natural state. Akibatnya terjadilah penindasan di antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu individu-individu dalam suatu masyarakat itu membentuk suatu persekutuan hidup bersama yang disebut negara, dengan tujuan untuk melindungi kepentingan dan hak individu dalam kehidupan masyarakat negara. Atas dasar kepentingan ini dalam kenyataannya muncullah kekuasaan yang kadangkala menjurus kearah otoriterianisme.
Menurut Held (2004: 10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara kekuasaan memaksa dan kebebasan. Namun demikian perlu disadari bahwa dalam prinsip demokrasi ini apapun yang dikembangkan melalui kelembagaan negara senantiasa merupakan suatu manisfestasi perlindungan serta jaminan atas kebebasan individu dalam hidup bernegara. Rakyat harus diberi jaminan kebebasan secara individual b baik didalam keidupan poltik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan kebebasan anti agama.
Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi ini adalah berkembang persaingan bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya yang tidak mampu menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam. Akibatnya kekuasaan kapitalislah yang menguasai kehidupan negara,  bahkan berbagai kebijakan  dalam negara sangat ditentukan oleh kekuasaan kapital. Hal ini sesuai dengan analisis P.L Berger , bahwa dalam era global dewasa ini dengan semangat pasar bebas yang dijiwai oleh filosofi demokrasi liberal, maka kaum kapitalislah yang berkuasa. Kapitalisme telah menjadi fenomena global dan dapatv mengubah masyarakat diseluruh dunia baik dalam bidang sosial, politik maupun kebudayaan (Berger, 1998).
2)    Demokrasi Satu Partai dan Komunisme
Demokrasi satu partai ini lazimnya dilaksanakan di negara-negara komunis seperti, Rusia, Cina, Vietnam, dan lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demokrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan sosial yang semakin lebar dalam masyarakat, dan akhirnya kapitalislah yang menguasai negara.
Menurut sistem domokrasi masyarakat tersusun atas komunitas komunitas yang terkecil. Komunitas yang paling kecil ini mengatur urusan mereka sendiri, yang akan memilih wakil wakil untuk unit- unit  administratif yang besar misalnya distrik ataw kota. Oleh karena itu menurut komunis, negara pos kapitalis tidak akan melahirkan kemiripan apapun dengan suatu rezim liberal, yakni rezim parlementer.
Menurut pandangan Marxis Leninis, sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi, pada prinsifnya dengan suatu sistem yang terpisah tetapi sama pada tingkat partai komunis.
Berdasarkan teori serta praktek demokrasi sebagaimana dijelaskan diatas maka pengertian demokrasi secara filosofi menjadi semakin luas, artinya masing-masing paham mendasarkan pengertian bahwa kekuasaan ada ditangan rakyat.
3)    Demokrasi Pancasila
Pada hakikatnya demokrasi adalah kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan yang tertinggi ada ditangan rakyat. Hikmat kebijaksanaan adalah penggunaan akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan rakyat dan dilaksanakan dengan sadar, jujur, bertanggung jawab serta di dorong dengan itikad baik sesuai dengan hati nurani yang luhur. Permusyawaratan adalah suatu tata cara khas kepribadian Indonesia dalam merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga mencapai mufakat. Perwakilan adalah prosedur peran serta rakyat dalam pemerintahan yang dilakukan melalui badan perwakilan.
Demokrasi pancasila dapat diartikan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dealam permusyawaratan/perwakilan yang dijiwai dan diliputi sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia serta untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang bersumberkan kepada kepribadian dan filsafat bangsa Indonesia, yaitu pancasila.
Dalam demokrasi pancasila rakyat sebagai subjek demokrasi artinya rakyat berhak secara efektif dalam menetapkan garis-garis besar haluan negara. Pengaturan dalam berpartisipasi ditetapkan dalam Undang-Undang.
Isi pokok demokrasi pancasila :
1.    Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan pancasila sesuai dengan yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
2.    Demokrasi ini harus menghargai HAM, serta menjamin hak-hak minoritas.
3.    Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan atas kelembagaan.
4.    Demokrasi ini harus bersendikan pada hukum seperti dalam penjelasan UUD 1945 , Indonesia adalah negara hukum (rechstaat) bukan negara kekuasaan belaka (machsstaat).
Demokrasi pancasila juga mengajarkan prinsip-prinsip :
1.    Persamaan.
2.    Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
3.    Kebebasan yang bertanggung jawab.
4.    Musyawarah untuk mufakat.
5.    Keadilan sosial.
6.    Persatuan nasional dan kekeluargaan.
7.    Cita-cita nasional.
Demokrasi pancasila itu sendiri berartikan sistem pemerintahan yang berdasarkan pada pancasila dan UUD 1945.
4.    PROSES DEMOKRATISASI MENUJU MASYARAKAT MADANI
Pertama-tama untuk pembentukan proses demokratisasi menuju masarakat madani perlu kita ketahui bersama tentang konsep msyarakat madani yang dirumuskan PBB adalah masyarakat yang demokratis dan menghargai uman dignity atau hak-hak tanggung jawab manusia. Hal ini dapat disepadankan dengan masyarakat demokratis di Madinah pada masa Nabi Muhammad yang diatur dalam piagam Madinah.
Menurut Sukardi terdapat sepuluh prinsip dalam Piagam Madinah, antara lain:
a.    Kebrbasan beragama.
b.    Persatuan seagama.
c.    Persatuan politik dalam meraih cita-cita bersama.
d.    Saling membantu yaitu setiap orang mempunyai kedudukan yang sama dengan anggota masyarakat.
e.    Persamaan hak dan kewajiban warga negara terhadap negara.
f.     Persamaan ukum bagi setiap warga negara.
g.    Penegakan hukum demi tegaknya keadilan dan kebenaran tanpa pandang bulu.
h.    Pemberlakuan hukum adat ang tetap berpedoman pada keadilan dan kebenaran.
i.      Perdamaian dan kedamaian artinya pelaksanaan prinsip-prinsip masyarakat madinah tersebut tidak kaku mengorbankan keadilan dan kebenaran.
j.      Pengakuan hak atas setiap orang atau invidu.
Menurut Hikam ada empat ciri utama masyarakat madani, yaitu:
1.    Kesukarelaan.
2.    Keswasembadaan.
3.    Kemandireian tinggi.
4.    Keterkaitan pada nilai-nilai hukum.
Ciri khas masyarakat madani Indonesia :
1.    Kenyataan adanya keragaman budaya Indonesia yang merupakan dasar pengembangan identitas bangsa Indonesia dan kebudayaan nasional.
2.    Pentingnya adanya saling pengertian antara sesama anggota masyarakat.
3.    Toleransi yang tinggi.
4.    Adanya kepastian hukum.
5.   NILAI-NILAI DEMOKRASI

Nilai-nilai demokrasi menurut Cipto, et, al. (2003: 31-37)
1.    Kebebasan menyatakan pendapat
Kebebasan menyatakan pendapat adalah sebuah hak bagi warga negara biasa yang wajib di jamin dengan UU dalam sebuah sistem politik demokrasi (Dahl, 1971). Kebebasan ini di perlukan karena kebutuhan untuk menyatakan pendapat senantiasa muncul dari setiap warga negara dalam era pemerintahan terbuka saat ini.
2.    Kebebasan Berkelompok
Berkelompok dalam suatu organisasi merupakan nilai dasar demokrasi yang diperlukan bagi setiap warga negara. Kebebasan berkelompok diperlukan untuk membentuk organisasi mahasiswa, partai politik, organisasi massa, perusahaan dan kelompok-kelompok lainnya.
3.    Kebebasan Berpartisipasi
Kebebasan berpartisipasi sesungguhnya merupakan gabungan dari kebebasan berpendapat dan berkelompok .
4.    Kesetaraan Antara Warga
Kesetaraan atau egalitarianisme merupakan sala satu nilai fundamental yang diperlukan bagi pengembangan demokrasi di Indonesia.
5.    Rasa Percaya
Rasa percaya antara politis merupakan nilai dasar lain yang di perlukan agar dempkrasi dapat terbentuk. Sebuah pemerintah demokrasi akan sulit berkembang bila rasa percaya satu sama lain tidak tumbuh.
6.    Kerjasama
Kerjasama diperlukan untuk mengatasi persoalan yang muncul dalam masyarakat. Kerjasama yang dimaksud di sini adalah kerjasama dalam hal kebajikan.
Muhaimin (2002:11), memberikan penjelasan bahwa nilai yang penting dalam demokrasi seperti, kemauan melakukan kompromi, bermusywarah berdasarkan asas saling menghargai dan ketundukan kepala kepada rule of law yang pada akhirnya dapat menjamin terlindungnya hak asasi tiap-tiap manusia di Indonesia.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung atau melalui perwakilan. Istilah demokrasi berasal dari bahasa Yunani “ demokratia” kekuasaan rakyat, yang di bentuk dari kata “demos” rakyat dan “kratos” kekuasaan.
Rakyat dapat secra bebas menyampaikan aspirasinya dalam kebijakan politik dan sosial, demokrasi juga mempunyai prinsip diantaranya : kedaulatan rakyat, pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah, kekuasaan mayoritas, hak-hak minoritas, jaminan hak asaso manusia, pemilihan yang bebas dan jujur, persamaan di depan hukum, proses hukum yang wajar, pembatasan pemerintahan secara konstitusional, pluralisme sosial, ekonomi dan politik, nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerjasama dan mufakat.
Dalam perkembangannya demokrasi juga menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia begitupun di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Tareja, tukiran Prof, Dr. Bandung. 2011.pendidikan kewarganegaraan, Erlangga.
Pamuji, Drs, MPA. 1981. Demokrasi Pancasila dan ketahan nasional. Bandung: Bina aksara.
Erwin, Muhammad, SH, M.muh.Bandung . 2010 . pendidikan kewarganegaraan. Pt. Refika aditama