BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Ada
beberapa tujuan pendidikan diantaranya yaitu bersifat mendatar artinya bahwa
adanya pendidikan yaitu untuk mempersiapkan manusia untuk menghadapi masa depan
agar hidup lebih sejahtera, baik sebagai individu maupun secar kolektif sebagai
warga masyarakat, bangsa maupun antar bangsa. Tujuan dan fungsi pendidikan
lainnya adalah peradaban, artinya pendidikan bermanfaat untuk mencapai suatu
tingkat peradaban. Peradaban adalah hasil karya manusia yang semula dimaksudkan
untuk mendukung kesejahteraan manusia.
MBS atau
manajement berbasis sekolah adalah suatu proses kerja komunitas sekolah dengan
menerapkan kaidah-kaidah otonomi akuntabilitas. Partisipasi untuk mencapai
tujuan pendidikan dan pembelajaran secara terpadu. Tujuan penerapan MBS itu
sendiri adalah untuk memaksimalkan dan efesiensi pengelolaan bermutu serta
relafansi pendidikan. Manajemen berbasis sekolah pada intinya
adalah memberikan kewenangan terhadap sekolah untuk melakukan pengelolaan dan
perbaikan kualitas secara terus menerus.
MBS
merupakan salah satu pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengakomodasi
pendidikan nilai. Pendidikan kewarganegaraan dan agama sangat penting untuk
menumbuhkembangkan tanggungjawab bersama didalam kehidupan suatu masyarakat(baik
secara local, nasional, regional, global). Nilai-nilai spiritual diperlukan
untuk menyempurnakan kesejahteraan manusia di dunia dan alam sesudahnya
sehingga kehidupan lebih bermakna. Nilai-nilai lokal tercermin dalam nilai
social budaya setempat yang diwujudkan dalam bentuk tata krama pergaulan, model
pakaian, seni. Nilai-nilai nasional berkaitan erat dengan penerapan
kaidah-kaidah sebagai warga Negara yang baik yang menjunjung tinggi kebangsaan.
Kedua nilai tersebut membentuk budi pekerti dan keperibadian yang kuat, hanya
dapat dikembangkan melalui manajemen yang berbasis sekolah dengan dukungan
masyarakat. Manajemen berbasis sekolah dengan dukungan masyarakat berupaya
memperkuat jati diri peserta didik dengan nilai social budaya setempat, mensinergikannya
dengan nilai-nilai kebangsaan serta nilai-nilai agama yang dianut.
Landasan filosofis MBS secara umum adalah cara
hidup masyarakat. Landasan munculnya MBS yang berasal dari kehidupan masyarakat
diantaranya:
a.
Pendidikan nilai yang ada dalam
kehidupan masyarakat yaitu nilai – nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai
sosial budaya yang terdapat di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada
pendidikan agama.
b.
Kesepakatan-kesepakatan yang diberlakukan
dalam kehidupan masyarakat .
B.
Rumusan
Masalah
Di dalam makalah ini terdapat beberapa rumusan
masalah, diantaranya :
1. Apa
hal-hal yang menjadikan landasan MBS ?
2. Apa
definisi landasan filosofis MBS ?
3. Apa
saja landasan yang bersifat filosofis ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan dari pembuatan makalah ini adalah :
-
Menyebutkan hal-hal yang
menjadikan landasan MBS.
-
Mendefinisikan landasan filosofis
MBS.
-
Menyebutkan landasan yang
bersifat filosofis.
-
Menambah pengetahuan tentang
landasan filosofis MBS.
D. Kajian pustaka
Bahan-bahan
makalah ini kami ambil dari referensi buku dan situs-situs internet yang
berbeda-beda supaya data yang kami
kumpulkan tentang landasan
filosofis MBS .
Untuk lebih jelasnya kami akan lampirkan pada daftar pustaka sumber-sumber yang
kami ambil.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS
sebagai bentuk upaya alternatif dalam pendidikan akan berjalan dengan baik jika
lingkungan mendukung untuk diadakannya reformasi. Akar reformasi merupakan
landasan filosofis yang tak lain bersumber dari cara hidup(way of life)
masyarakatnya. Oleh karena itu, untuk suksesnya reformasi pendidikan harus
berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Tanpa mempedulikan cara dan
kebiasaan hidup warganya maka reformasi pendidikan tidak akan mendapat sambutan
apalagi dukungan dari segenap lapisan masyarakat. Maksudnya jika ingin
reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara
dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan
kebiasaan warganya maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap
lapisan masyarakat.
Unsur
lain dari reformasi pendidikan adalah keterlibatan orang tua siswa dan
keterlibatan masyarakat untuk menentukan misi sekolah yang dapat diterima dan
bernilai bagi masyarakat setempat. Segala keputusan yang diambil oleh pihak
sekolah harus melibatkan atau memusyawarahkan keputusan tersebut kepada orang
tua siswa atau masyarakat. Hal ini dikarenakan agar siswa dapat mencapai
kompetensi yang ditetapkan dan dapat merespon dengan tepat dan cepat keinginan
masyarakat, baik yang menyangkut pengembangan dan pengayaan kognitif siswa,
keterampilan maupun sikap sesuai dengan aspirasi yang berkembang
dilingkungannya. Dalam mewujudkan hal itu maka sekolah harus diberi kewenangan
yang lebih luas untuk mengambil keputusan yang didukung oleh
masyarakat(diantaranya orang tua murid). Pemberian kewenangan kepada sekolah
didalam pengambilan keputusan itulah yang merupakan hakikat MBS.
Oleh
karena itu, pelaksanaan MBS seyogyanya benar-benar melibatkan masyarakat dan
memberdayakan peranserta masyarakat sekitar.
Dr.
E. Mulyasa, M.Pd dalam bukunya Manajemen Berbasis Sekolah menyatakan hal-hal
yang menjadi landasan MBS sebagai berikut:
1.
Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN) pemerintah mengupayakan keunggulan masyarakat bangsa dalam penguasaan
ilmu dan teknologi. Hal ini diharapkan dapat dijadikan landasan dalam
pengembangan pendidikan di Indonesia yang berkualitas dan berkelanjutan, baik
secara makro, meso maupun mikro.
Aspek makro erat kaitannya dengan
desentralisasi kewenangan dari pemerintah pusat ke daerah, aspek meso berkaitan
dengan kebijakan daerah provinsi sampai tingkat kabupaten sedangkan aspek mikro
melibatkan sekolah yaitu seluruh sektor dan lembaga pendidikan yang paling
bawah serta terdepan dalam pelaksanaannya.
2.
Undang-undang Pasal 51 UU no 20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional
yang mengatur secara murni dan konsekuen.
Landasan
MBS dalam buku Depdiknas 2007 :
1. UU
No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1 ”
pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/ madrasah.”
2.
UU no 25 tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional tahun 2000-2004 pada bab VII tentang bagian program
pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran terwujudnya manajemen
pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat.
3.
Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun
2002 tentang pembentukan dewan pendidikan dan komite sekolah.
4.
Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004
tentang standar akreditasi sekolah, khususnya tentang manajemen berbasis
sekolah.
5.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun
2005 tentang standar nasional pendidikan, khususnya standar pengelolaan sekolah
yaitu manajemen berbasis sekolah.
B. Landasan Filosofis MBS
Landasan
MBS Menurut Drs. Nurkolis, MM dalam bukunya yang berjudul Manajemen Berbasis
Sekolah:
1.
Landasan filosofis
Landasan
filosofis MBS adalah cara hidup masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan
itu sukses maka reformasi tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup
warganya. Seandainya reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya
maka reformasi tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan melalui
proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan
tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggungjawab
bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggungjawab tersebut,
dilandasi oleh peran secara profesional.
Artinya, pelayanan pendidakan tidak
dapat dihindarkan dari batas-batas tanggungjawab mengingat masing-masing
mempunyai posisi dan keterbatasan. Keluarga dalam arti biologis merupakan orang
tua langsung (ibu dan bapak),mempunyai tugas dan wewenang untuk melakukan
pendidikan kepada anak –anaknya dirumah tangga, dari mulai hal yang bersifat
sederhana dan pribadi sampai pada hal yang komplek dan bermasyarakat. Tugas dan
wewenang ini, bersifat alamiah dan mendasar untuk membangun individu yang
bertanggung jawab. Akan tetapi sebagai orang tua, terdapat berbagai
keterbatasan dalam pelayanan pendidikan yang bersifat normatif dan terukur,
baik yang bersifat keilmuan maupun keterampilan tertentu. Oleh sebab orang tua tidak
dapat melayani kebutuhan pendidikan anak nya, maka orang tua memperca yakan
kepada sekolah baik yang diselenggarakan oleh masyarakat (yayasan pendidikan)
maupun pemerintah.
Konsekkuensinya orang tua wajib memberikan
dukungan kepada sekolah sesuai dengan batas kemampuan dan kesepakatan. Oleh
sebab itu tujuan penyelanggaraan pelayanan pendidikan hanya bisa dicapai
apabila terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya,
untuk terjadinya sinerjik dan integrasi dukungan dari berbagai sumber daya
pendidikan, perlu adanya suatu badan yang bersifat independen dengan asas
keadilan dan kemanusiaan.
Landasan
MBS Menurut Modul UT:
1.
Landasan yang Bersifat Filosofis
a.
Nilai - nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat
di lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama
b.
Kesepakatan atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain
maka segala bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya
lancar sesuai harapan.
2.
Landasan yang Berdasarkan Hukum atau
Peraturan Perundangan
a.
UU No 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas
b.
UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah:
Kepmendiknas
No 044/U/2002
a.
PP No 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa landasan MBS adalah sebagai
berikut:
1.
Landasan Filosofis
Melibatkan
semua pihak secara optimal yaitu keluarga, masyarakat, dan pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan.
2.
Landasan Yuridis atau Undang- Undang
a.
UU No 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional, pasal 51 ayat 1
“pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
menengah dilaksanakan berdasarkan standar pelayanan minimal dengan prinsip
manajemen berbasis sekolah/ madrasah”
b.
UU no 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional tahun 2000-2004 pada
bab VII tentang bagian program pembangunan bidang pendidikan khususnya sasaran
terwujudnya manajemen pendidikan yang berbasis pada sekolah dan masyarakat
c.
Keputusan Mendiknas nomor 044 tahun 2002 tentang pembentukan dewan pendidikan
dan komite sekolah.
d.
Kepmendiknas nomor 087 tahun 2004 tentang standar akreditasi sekolah, khususnya
tentang manajemen berbasis sekolah.
e.
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan,
khususnya standar pengelolaan sekolah yaitu manajemen berbasis sekolah.
f.
UU Sisdiknas No 2 tahun 1989 Pasal 25 ayat 1 butir 1 bahwa pendidikan adalah
tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
Sejak
diberlakukannya otonomi daerah, tampaknya sangat berpengaruh terhadap
penyelanggaraan tatanan pemerintahan termasuk dalam pelayanan pendidikan yang
dikenal dengan pendekatan ke arah desentralisasi. Secar, politis, kebijakan
desentralisasi ini dimulai pada januari 2001, diawali dengan pelimpahan
sebagian besar kewenangan pemerintah kepada pemerintah daerah kebupaten dan
kota yang membawa konsekuensi adanya restruktur-isasi kelembagaan pemerintahan,
termasuk di bidang pendidikan.
Desentralisasi
pendidikan diharaokan akan mendorong meningkatkan pelayanan dibidang pendidikan
kepada masyarakat, yang bermuara pada upaya peningkatan kualitas pengelolaan
pendidikan dalam tataran yang paling bawah (at the bottom) yaitu sekolah
melalui penerapan manajemen berbasis sekolah.
MBS sebagai suatu model implementasi kebijakan
desentralisasi pendidikan merupakan suatu konsep inovatif, yang bukan hanya
dikaji sebagai wacana baru dalam pengelolaan pendidikan tetapi sebaiknya juga
dipertimbangkan sebagai langkah inovatif dan strategi ke arah peningkatan
pendidikan melalui pendekatan manajemen yang bercirikan “akar rumput”.
Salah
satu wujud konkrit dari konteks ini adalah adanya keterlibatan stakeholders
dalam membantu peningkatan pemerataan, relavansi, kualitas efektifitas dan
efesiensi penyelenggaraan pendidikan.
Partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya jalur sekolah, diatur
dengan UU No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional: PP. No. 39 tahun
1992 tentang peran serta masyrakat dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dan UU No. 22 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pertimbangan
yang dikemukakan diatas, dapat dijadikan rambu-rambu dalam memposisikan Dewan
Pendidikan dalam penyelenggaraan pendidikan di daerah. Dengan demikian posisi
dewan pendidikan dan dinas pendidikan mengacu pada wewenang (otonomi), yang
mengarah kepada landasan hukum yang berlaku pada setiap daerah.
UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bagian ketiga, pasal 56, mengisyaratkan bahwa :
1.
Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu
pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi
program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolah.
2.
Dewan pendidikan sebagai lembaga
mendiri dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu, dukungan, dan pengawasan
pendidikan di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten atau kota yang tidak
mempunyai hubungan hieraksis.
3.
Komite sekolah sebagai lembaga mandiri,
dibentuk untuk memberikan arahan, dukungan dan pengawasan pada tingkat satuan
pendidikan.
4.
Ketentuan mengenai pembentukan dewan
pendidikan dan komite sekolah sebagaimana dimaksud ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Sebelum
ada peraturan pemerintah lebih lanjut, yang dapat dijadikan landasan hukum
pembentukan dewan pendidikan dapat ditetapkan berdasarkan:
a.
Peraturan daerah (perda).
b.
SK wali kota atau bupati.
c.
Akta notaris.
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Menurut
pendapat kami bahwa kesimpulan dari Landasan filosofis MBS adalah cara hidup
masyarakat. Maksudnya jika ingin reformasi pendidikan itu sukses maka reformasi
tersebut harus berakar pada cara dan kebiasaan hidup warganya. Seandainya
reformasi itu peduli terhadap cara dan kebiasaan warganya maka reformasi
tersebut akan mendapat dukungan dari segenap lapisan masyarakat.
Penyelenggaraan pendidikan melalui
proses mencerdaskan kehidupan bangsa dalam konteks idiil negara kita merupakan
tanggung jawab pemerintah, sedangkan menurut praktisnya merupakan tanggungjawab
bersama antara keluarga, masyarakat dan pemerintah. Tanggungjawab tersebut,
dilandasi oleh peran secara profesional. Kemudian Nilai
- nilai kebersamaan yang bersumber dari nilai sosial budaya yang terdapat di
lingkungan keluarga dan masyarakat serta pada pendidikan agama. Kesepakatan
atas pranata sosial yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kata lain maka segala
bentuk perubahan harus melibatkan masyarakat setempat agar semuanya lancar
sesuai harapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar